KENAPA HANYA KEBURUKAN ORANG LAIN YANG TERLIHAT JELAS OLEH MATA?

Picture by Pinterest

Self Reminder.
Seringkali kita melihat keburukan oranglain dari kacamata kita, sedangkan kita tidak pernah melihat keburukan kita sendiri dengan kaca pembesar sekalipun.
Seringkali kita menutup mata atas kebaikan seseorang, namun kebaikan kecil kita seringkali kita tunjukkan kepada orang lain.

Saya mau cerita sedikit. Sekitar 6 tahun lalu saya membagikan sebuah foto di media social. Foto saya dengan Paknda nya Mas Abdad. Kebetulan pada saat itu saya belum menikah dengan Paknda. Ada salah satu teman saya (cewek) berkomentar negatif dengan foto itu: "Pake hijab loh say". Padahal menurut saya tidak ada hal yang ganjil dengan foto itu; saya berpakaian sopan dengan hijab dan Paknda juga gak aneh gayanya, gaya foto kita juga sopan. Saya hanya menanggapi dengan emoticon senyum. 
Singkat cerita, teman cewek yang komen saya dulu itu share  foto kemesraannya dengan pacarnya (karena belum menikah) dengan mesranya di status Whatsapp. Saya diam. Semakin hari teman saya semakin sering share kemesraannya dengan pacarnya itu. Makin hari makin sering sliweran foto-foto mesra doi dengan pacarnya. Daaan, pada satu moment teman saya share foto berpose seksi dengan menunjukkan bentuk tubuhnya yang aduhai, jari saya gatal sekali pengen komen. Akhirnya saya komen beneran (karena udah nahan selama 6 tahun pengen bales hahaha) tetap dengan kata-kata yang sopan dan hat-hati sekali biar doi tidak tersinggung. Alkhamdulillah, doi menerima komen saya dengan baik, malah doi meminta maaf.

Picture by Pinterest

Well, sebenarnya, kita sudah terlupa. Terlelap dalam ketidakmampuan kita dalam melihat, berfikir dan berucap. Ketika oranglain melakukan sesuatu yang kita pandang buruk, secepat kilat otak dan mulut langsung merespon seketika. Wah, kamu kok A B C...blablabla.
Kenapa hal-hal yang buruk begitu cepat direspon oleh mulut, otak dan hati kita?. Kadang, jawaban yang terlintas di hati adalah "Ah, wajar saja manusia tempatnya khilaf". Tetap saja, itu pembenaran yang keliru. Keburukan oranglain seperti kebahagiaan bagi diri kita sendiri, sedangkan keburukan kita cukup jadi rahasia kita sendiri bukan untuk konsumsi publik. Kembali lagi, kita lupa bahwa manusia tempatnya khilaf dan lupa. Lalu, bagaimana kalau suatu saat kita melakukan keburukan yang sama seperti apa yang oranglain lakukan?: "MENJILAT LUDAH SENDIRI"  

Kita terlalu sering menyuruh oranglain berkaca, tapi kita lupa bahwa kita harus berkaca lebih dulu sebelum menyuruh oranglain.

DON'T JUDGE BY IT'S COVER 

Dari kejadian itu, saya sadar bahwa menilai seseorang tidak hanya dari apa yang terlihat saja. Karena, apa  yang terlihat belum tentu benar. Bukan kewenangan kita juga untuk men-judge seseorang itu baik atau buruk. Kita hanya disuruh baik. Wes, itu saja. Selebihnya, orang mau menilai kita salah, buruk, dan lain-lain itu hak mereka. Karena, belum tentu apa yng kita katakan baik bagi seseorang bisa diterima dengan baik. Begitu pula sebaiknya, apa yang kita katakan buruk pada orang lain, belum tentu orang itu mau menerima.

TIDAK BERSIKAP APATIS

Banyak hikmah yang bisa diambil dari sebuah kejadian. Saya mengambil banyak hikmah dari kejadian tadi. Sikap apatis disini maksudnya apatis dengan sesuatu yang bukan merupakan persoalan dan ruang tanggungjawabnya. Bisa dibilang, belajar berprasangka baik terhadap sesuatu hal yang baru saya lihat (semoga berlangsung selamanya).

BUKAN MANUSIA SEMPURNA

Nah ini pelumas untuk rem mulut ketika apa yang kita ucapkan seringkali kita anggap paling benar. Padahal, kita lupa bahwa yang harusnya menilai bukan diri kita sendiri, tapi Allah. Kembali pada kodrat sebagai manusia, saya bukanlah manusia sempurna. Harus sadar dan harus Inget. Saya tidak terlepas dari keburukan dan kekurangan. Itu yang jadi landasan (ciee bahasanya berat banget) saya ketika saya dikomentarin jelek dan akan berkomentar jelek ke orang lain.  

Sekian, semoga bermanfaat 😊

Komentar

Postingan Populer